Selasa, 19 Februari 2013

Kebenaran Al Qur'an Menurut Ilmu Astronomi

Mengenai pernyataan Al-Qur’an tentang apakah bumi berotasi dan berevolusi, atau dengan kata lain bergerak, marilah kita lihat surah Luqman ayat 29, dimana Allah berfirman :

[31:29] Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Perhatikan kata-kata “memasukkan (yuuliju)” malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam menandakan bahwa bumi berotasi. Sebagian bagian bumi yang mengalami siang "dimasukkan" ke daerah yang membelakangi matahari sehingga mengalami malam dan demikian pula sebaliknya. Itu sebabnya Al-Qur'an menggunakan kata "memasukkan (yuuliju)" untuk mendiskripsikan pergantian siang dan malam.
Di surah an-Naml ayat 88 Allah berfirman :
[27:88] Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Salah satu keajaiban Al-Qur'an adalah sejak 15 abad yang lalu menyatakan bahwa gunung-gunung itu tidaklah diam, akan tetapi bergerak. Gunung-gunung yang dihasilkan oleh lempeng-lempeng bumi, dimana lempeng-lempeng itu terus bergerak. sesuatu yang baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah turunnya Al-Qur'an. Hal lainnya adalah dengan menyatakan "sebagaimana jalannya awan".
Awan, di ketinggian tertentu dari permukaan bumi, selalu bergerak dari barat ke timur, dikarenakan karena rotasi bumi yang juga dari barat ke timur. Maka ayat ini juga menerangkan bahwa bumi bergerak dan arah pergerakannya (rotasi) adalah yang "sebagaimana jalannya awan".
Sekarang mari kita lihat surah Al-Furqaan ayat 45 berikut :
[25:45] Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu
[25:46] kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami dengan tarikan yang perlahan-lahan.
Perhatikan kalimat "Kami jadikan matahari sebagai petunjuk". Sesuatu yang dijadikan sebagai petunjuk/patokan adalah sesuatu yang tetap, relatif terhadap objek yang dimaksud. Jika seseorang berkata "Kamu pergilah kesana, petunjuk bahwa kamu sudah sampai adalah kamu melihat ada pohon jambu yang besar disamping rumah berwarna merah" disini "pohon jambu yang besar disamping rumah berwarna merah" adalah petunjuk, sesuatu yang secara relatif diam terhadap orangnya. Atau jika seseorang mengatakan "Mobil berkecepatan 100 km/jam" berarti mengacu terhadap sesuatu yang secara relatif diam terhadap mobil tersebut.
Lihatlah bagaimana Allah melakukan pemilihan kata, agar menjadi suatu kalimat yang diterima pada masa itu, diterima pula pada masa sekarang, dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya segala ilmu datangnya dari Allah.
"Dan kalau Allah menghendaki niscaya dia menjadikan tetap bayang-bayang itu ... kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami sedikit demi sedikit". Posisi bumi dalam mengitari matahari mengikuti orbit yang elips dengan posisi tidak tegak lurus terhadap matahari. Ayat ini mengindikasikan pula bahwa bumi berrevolusi terhadap matahari dengan posisi yang tidak tegak lurus dan tidak tetap, sehingga ada kalanya bayang-bayang di jam yang sama menjadi lebih pendek atau lebih panjang, tergantung pada musim yang terjadi. Kalau Allah menghendaki, Allah menjadikan bayang-bayang itu tetap panjangnya di jam yang sama, akan tetapi Allah menghendaki lain.
Di dalam surah An-Naba' (78) ayat 6, Allah berfirman :
[78:6] Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan ?
Hamparan disini adalah terjemahan dari "mihaadan" dimana arti kata "mihaadan" ini adalah "tempat beristirahat" atau "ayunan/buaian (cradle)", dari akar kata "al-mahd". Di terjemahkan sebagai "hamparan" kemungkinan dengan mengambil akar kata "madaad" yang dipakai di ayat lain dengan arti "hamparan". Penggunaan kata mihaadan sebagai "tempat beristirahat" dapat dilihat di ayat lain di dalam Al-Qur'an yaitu di dalam Q.S 7:41, 13:18, 38:56, 3:197. 3:12, dan 2:206.
Yang menarik adalah penggunakan "mihaadan" dengan artian ayunan/buaian, dimana kata yang sejenis digunakan di dalam surah Maryam ayat 29 :
[19:29] maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"
Disini Al-Qur'an menggunakan mihaadan dalam bentuk tunggalnya yang di artikan ayunan atau buaian. Buaian atau ayunan untuk anak bayi biasanya di buat bergoyang ke kiri dan ke kanan, sehingga sang bayi pun merasa nyaman dan tertidur. Demikianlah Al-Qur'an mendeskripsikan bumi seolah-olah berada dalam ayunan/buaian, sehingga surah An-Naba' ayat 78 dapat di terjemahkan "Bukankah kami telah menjadikan bumi itu seperti ayunan/buaian ?"
Fakta ilmu pengetahuan mengatakan bahwa dalam perputaran bumi mengelilingi sumbunya dan matahari tidak tegak lurus melainkan miring dan tidak tetap, bergerak kadang menjauhi kadang mendekati sumbu tegak lurus orbitnya. Fakta yang baru-baru saja diketahui ini sudah disebutkan di dalam Al-Qur'an 15 abad yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah Komentar di Artikal ini sobat !!!!!!!