
Gegap gempita media, baik media massa baik cetak, online maupun TV memberitakan kepedulian Iran terhadap muslim Rohingya beberapa waktu yang lalu. Mayoritas media sekuler memuji langkah Iran. Bahkan turut memberitakan bahwa Iran-lah satu-satunya negara yang terjun secara resmi memberikan bantuan bagi Umat Islam Rohingya.
Tidak lupa, Hizbullah yang dikenal sebagai anjing penjilat Iran pun numpang popularitas. Milisi Syi’ah yang berpusat di Lebanon ini, bahkan, menjajikan bahwa ia akan memberikan bantuan maksimal kepada umat Islam Rohingya. Milisi yang biasa diplesetkan oleh para aktifis Islam dengan sebutan hizbulláta ini konon telah memberikan bantuan kepada umat Islam Rohingya.
Memang, sudah seharusnya umat Islam memberikan dukungan dan kepedulian terhadap muslimin Rohingya, mengingat derita yang mereka alami dan diskriminasi radikal Budha diluar batas kemanusiaan. Apalagi kelemahan dan ketidakberdayaan mereka untuk melawan kedzaliman ini, membuat jiwa muslim terasa perih melihat derita mereka.
“Mereka hanya memiliki dua pilihan, kabur dari negeri dzalim tersebut atau mati terdzalimi.” Ujar Angga dalam salah satu wawancara dengan penulis suatu ketika. Angga adalah salah satu relawan Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) yang pernah dua kali mengantarkan bantuan muslimin Indonesia ke pengungsi Rohingya di Thailand dan Malaysia.
Politik Belah Bambu ala Syiah
Ada banyak hal yang mengganjal bagi pemerhati politik Syi’ah, Iran, derita Rohingya, dan kesengsaraan muslimin di Suriah. Kejanggalan ini juga saya rasakan. Sebagai wartawan sekaligus relawan yang pernah terjun membantu umat Islam di Suriah, sangat susah bersimpati kepada Iran apalagi kepada Hizbullah atas ‘kedermawanan’ mereka membantu umat Islam Rohingya.
Bagaimana tidak mengganjal, lihat saja apa yang terjadi di kamp pengungsi Palestina Sabra dan Shatila pada Mei 1985, kamp Yarmuk, atau yang paling baru adalah peristiwa kekejaman Basyar Asad di Suriah. Siapa yang berada di balik terpenggalnya kepada umat Islam di Suriah? Siapa juga yang turut serta membantu rezim Basyar menghancurkan masjid-masjid di Suriah? Siapa dalang pemerkosaan wanita-wanita muslimah di Suriah
Bagi pengamat politik Syi’ah dan timur tengah, pasti tidak akan ragu mengatakan bahwa dalang dari itu semua adalah Iran dan Hizbullah khususnya serta Syi’ah pada umumnya.
Dalam salah satu wawancara saya dengan pimpinan mujahidin dari Liwa’ Ahbabullah di Suriah, beliau mengatakan, “Sebenarnya yang kami perangi di Suriah adalah tentara Iran dan Hizbullah, tentara resmi Basyar hampir bisa dikatakan telah kalah. Yang kami tangkap banyak dari tentara Iran dan Hizbullah, demikian juga mejadi sponsor utama pembunuhan rakyat sipil dan penghancuran masjid-masjid di sini adalah mereka (Iran dan Hizbullah). Mereka kami kenal lewat idcard, bendera maupun tanda-tanda lainnya yang melekat di badan mereka.”
Tentang kekejaman Hizbullah terhadap muslimin Suriah maupun pengungsi Palestina di kamp-kamp pengungsi, bukan rahasia lagi di kalangan rakyat Suriah. Jika kita tanya kejahatan Hizbullah, muslimin Suriah terutama kalangan terpelajar dengan fasih bercerita tentang kejahatan-kejahatan Hizbullah. Mereka telah sepakat bahwa Hizbullah dan Iran adalah musuh umat Islam.
Jika ingin tahu diskriminasi Rezim Syi’ah Iran terhadap umat Islam (sunni/ahlu sunnah), lihatlah derita umat Islam ahlu sunnah wal jama’ah di Iran. Umat Islam di Iran ditempatkan di daerah-daerah pinggiran yang tandus, sehingga mereka mengalami kekurangan pangan, gizi dan kesehatannya sangat buruk. Sehingga, lama-kelamaan mereka menjadi lemah, jangan berpikir melawan kedzaliman Iran, memikirkan sesuap nasi dan kehangatan badan di musim dingin saja, telah membebani diri mereka.
Selain itu, sistem perpolitikan di Iran seluruhnya dibawah kendali Syi’ah Rafidhah. Muslimin ahlu sunnah tidak pernah diberikan tempat dalam percaturan politik. Padahal, jumlah umat Islam sunni di Iran, sekitar 20% dari sekitar 70 juta penduduk Iran. Selebihnya umat Syi’ah, Baha’i, Zoroaster, Yahudi dan Kristen.
Pembangunan masjid umat Islam pun dibatasi. Di Iran izin mendirikan masjid diperketat, berbeda dengan Sinagong yang tiap tahunnya bertambah.
Fakta-fakta di atas menguatkan indikasi bahwa politik yang sedang dimainkan Syi’ah dalam menarik simpati umat Islam adalah politik belah bambu. Umat Islam di Suriah, maupun yang ada di Iran diinjak dan dibantai, agar tidak menghalangi pendirian Imperium Persia Raya yang telah lama diimpikan oleh umat Syi’ah.
Sedangkan umat Islam Rohingya, seperti bambu lain yang diangkat. Isu bantuan kemanusiaan di Rohingya dimanfaatkan oleh Syi’ah untuk menutupi kesesatanya, meraih simpati umat Islam yang tidak paham politik Syi’ah, sekaligus agar umat Islam melupakan kekejaman Syi’ah, khususnya Iran dan Hizbullah, di Iran maupun di Lebanon. Inilah politik pengalihan isu dan pencitraan Syi’ah.
Oleh karenanya, umat Syi’ah di Indonesia, sering kali menyerukan bahwa konflik Suriah adalah perang saudara, konflik politik internal antara rakyat yang memberontak kepada penguasa. Bahkan tidak malu-malu menyampaikan, Suriah adalah permainan Amerika yang hendak menjatuhkan Iran.
Di Solo misalnya, sekelompok massa dari ormas yang terkenal pembelaannya terhadap Syi’ah, benar-benar memanfaatkan tragedi kemanusiaan di Rohingya. “Di Suriah hanya perang saudara antara sunni dan Syi’ah. Dan medialah yang membesar-besarkan isu ini.” Kata salah satu orator demo peduli Rohingya dari massa ini, pada Jum’at 3 Mei 2013 di Bundaran Solo.
Jika ini perang saudara, permasalahannya, saudara dalam hal apa? Jika Syi’ah, khususnya Sti’ah Nushairiyah, dianggap saudara muslim, pertanyaanya, masihkah menganggap muslim orang yang menghancurkan masjid-masjid, meyembah api, bulan, menuhankan manusia, mengganti syahadat láiláhaillalláh dengan láilahaillalbasyar, tidak percaya akan kiamat, menghalalkan khamer, tidak mengakui al-Qur’an, menolak hadits, menghalalkan hubungan biologis sesama mahram dan menodai kehormatan muslimah?.
Sesesat-sesatnya Ahmadiyah, ia tidak pernah melakukan kekufuran ini. Kekufuran Syi’ah lebih sempurna daripada kekufuran Ahmadiyah. Hanya saja Syi’ah lebih unggul dalam memainkan isu, memanfaatkan peluang, menutupi kesesatan dan lebih hero di mata umat yang awam.*
Ditulis Oleh: Akrom Syahid. (Pimred Majalah Islam An-Najah dan Relawan Kemanusiaan Untuk Suriah)
Home

![Foto: Berhijab Tanda Taat Kepada Allah, Maka Ikuti Petunjuknya dari Al Quran dan Hadits
Dalam kitab Al Mu’jam Al-Wasith jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Dari definisi di atas, mengenakan jilbab berarti mengenakan kain terusan (Arab : milhafah/mula`ah) yang dipakai sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti gamis) yang menjulur ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Sementara untuk penutup bagian kepala hingga dada, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada.
Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar) :"Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS. An Nuur [24]: 31)
Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :"Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya." (QS. Al Ahzab [33]: 59)
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan melakukan aktivitas publik, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu 'Athiah RA, bahwa dia berkata : "Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata,’Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?” Maka Rasulullah SAW menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!"(Muttafaq ‘alaihi)
Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu 'Athiah RA di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab –untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)—maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.
Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan : “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka.).
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini –yaitu idnaa` berarti irkhaa` ila asfal-- diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda :
“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi SAW menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’(yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab,’Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” (HR. At-Tirmidzi Juz III, hal. 47; hadits sahih)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah --yaitu jilbab-- telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.
Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam Al Qur`an. Wallahu a’lam.
Sumber : suara-islam.com
-HA-](http://sphotos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/p480x480/944524_509508439096553_2033249200_n.jpg)


